Rabu, 01 Juni 2011

Tentang Tahlilan dan Sumber Dasarnya

Mengadakan pertemuan atau perkumpulan untuk membaca Al-Qur’an, shalawat, istigfar, tahlil dan dzikir lainnya, yang pahalanya dihadiahkan kepada orang yang telah meninggal dunia, hukumnya adalah boleh (jaiz).
Sebagaimana disampaikan oleh Al-Imam Muhammad bin Ali Muhammad Al-Syaukani : Kebiasaan di sebagian negara mengenai perkumpulan atau pertemuan di Masjid, rumah, di atas kubur, untuk membaca Al-Qur’an yang pahalanya dihadiahkan kepada orang yang telah meninggal dunia, tidak diragukan lagi hukumnya boleh (jaiz) jika di dalamnya tidak terdapat kemaksiatan dan kemungkaran, meskipun tidak ada penjelasan (secara dzahir) dari syari’at. Kegiatan melaksanakan perkumpulan itu pada dasarnya bukanlah sesuatu yang haram (muharram fi nafsih), apalagi jika di dalamnya diisi dengan kegiatan yang dapat menghasilkan ibadah seperti membaca Al-Qur’an atau lainnya. Dan tidaklan tercela menghadiahkan pahala membaca Al-Qur’an atau lainnya kepada orang yang telah meninggal dunia. Bahkan ada beberapa jenis bacaan yang didasarkan pada hadist shahih seperti ; Bacalah surat Yasin kepada orang mati di antara kamu. Tidak ada bedanya apakah pembacan surat Yasin tersebut dilakukan bersama-sama di dekat mayit atau di atas kuburnya, dan membaca Al-Qur’an secara keseluruhan atau sebagian, baik dilakukan di masjid atau di rumah. (Al-Rasa’il Al-Salafiyah, hal. 46)

Selanjutnya Al-Syaukani menyampaikan :
Para sahabat juga mengadakan perkumpulan di rumah-rumah mereka atau di dalam masjid, melagukan syair-syair, mendiskusikan hadist dan kemudian mereka makan dan minum, padahal di tengah-tengah mereka ada Nabi saw. Orang yang berpendapat bahwa melaksanakan perkumpulan yang di dalamnya tidak terdapat perbuatan-perbuatan haram adalah bid’ah, maka ia salah, karena sesungguhnya bid’ah adalah sesuatu yang dibuat-buat dalam masalah agama, sedangkan perkumpulan ini (semacam tahlil), tidak termasuk bid’ah (membuat ibadah baru). (Al-Rasa’il Al-Salafiyah, hal. 46)
 
Imam Al-Syafi’i ra, berkata :
Tentang do’a, maka sesungguhnya Allah SWT telah memerintahkan hamba-hambanya untuk berdo’a kepada-Nya, bahkan juga memerintahkan kepada Rasul-Nya. Apabila Allah SWT memperkenankan umat Islam berdo’a untuk saudaranya yang masih hidup, maka tentu diperbolehkan juga berdo’a untuk saudaranya yang telah meninggal dunia. Dan barokah do’a tersebut Insya Allah akan sampai. Sebagaimana Allah SWT Maha Kuasa memberi pahala bagi orang yang hidup, Allah juga Maha Kuasa untuk memberikan manfaatnya kepada mayit. (Diriwayatkan dari Al-Baihaqi dalam kitab Manaqib Al-Syafi’i, juz I, hal. 430)
Syah Waliyullah Al-Dahlawi mengatakan :
Termasuk perbuatan sunnah (untuk mendo’akan orang mati) adalah membaca surat Al-Fatihah, karena ia merupakan do’a yang paling baik dan paling luas cakupannya. Allah SWT telah mengajarkan hamba-hamba-Nya dalam kitab suci Al-Qur’an. Diantara do’a Nabi saw. yang terkenal bagi mayat adalah (do’a yang artinya) “Yaa Allah ampunilah orang yang masih hidup dan orang yang sudah mati di antara kami,… (Hujjatullah Al-Balighah, juz II, hal. 93)
Ketika membaca surat Al-Fatihah dianjurkan didahului dengan pengkhususan, sebagaimana fatwa Sayyid Al-‘Allamah Abdullah bin Husain Balfaqih : bahwa yang lebih utama bagi orang yang membaca surat Al-Fatihah bagi seseorang adalah dengan mengucapkan ila ruhi fulan bin fulan (kepada ruh fulan bin fulan) sebagaimana tradisi yang berlaku. (Hal itu lebih utama diucapkan) karena ruh itu tetap ada sementara tubuh itu hancur. (Bughyatul Mustarsyidin hal. 98).
Tujuh hari dalam tahlilan.
Asal-usul istilah tujuh hari dalam tahlilan mengikuti amal yang dicontohkan sahabat Nabi saw.
Imam Ahmad bin Hanbal ra. dalam kitab Al-Zuhd, sebagaimana yang dikutip oleh Imam Suyuthi dalam kitab Al-Hawi li Al-Fatawi :
Hasyim bin Al-Qasim meriwayatkan kepada kami, ia berkata, Al-Asyja’i meriwayatkan kepada kami dari Sufyan, ia berkata, Imam Thawus berkata ; Orang yang meninggal dunia diuji selama tujuh hari di dalam kubur mereka, maka kemudian para kalangan salaf mensunnahkan bersedekah makanan untuk orang yang meninggal dunia selama tujuh hari itu. (Al-Hawi li Al-Fatawi, juz II, hal. 178).
Kebiasaan memberikan sedekah makanan selama tujuh hari merupakan kebiasaan yang tetap berlaku hingga sekarang (zaman Imam Suyuthi, sekitar abad IX Hijriyah) di Makkah dan Madinah. Yang jelas, kebiasaan itu tidak pernah ditinggalkan sejak masa sahabat Nabi saw. sampai sekarang ini, dan tradisi itu diambil dari ulama salaf sejak generasi pertama (masa sahabat Nabi saw.). (Al-Hawi li Al-Fatawi, juz II, hal. 194).
Dzikir Fida’ atau Syarwa
Dzikir Fida’ (tebusan) didasarkan dari tuntunan sebuah hadist : Rasulullah saw. bersabda ; Barangsiapa mengucapkan lailaha illallah sejumlah 71 ribu, berarti orang tersebut telah menebus dirinya dari Allah Azza wa Jalla. Demikian pula jika hal itu dilakukan untuk orang lain. Hadist ini diriwayatkan oleh Abu Sa’id dan Aisyah ra.). (Khazinatul Asrar, hal 188).
Alhasil membaca dzikir lailaha illallah sejumlah 71 ribu, disebut sebagai dzikir fida’ (tebusan). Oleh karena itu janganlah merisaukan soal hukumnya dzikir fida’ tersebut.
Syarwa Kubro.
Syarwa kubro dengan membaca surat Al-Ikhlas sebanyak 100 ribu kali kemudian dihadiahkan kepada orang yang telah meninggal dunia, didasarkan kepada hadist Nabi saw :
Rasulullah saw. bersabda, barangsiapa yang membaca (surat Al-Ikhlas) seratus ribu kali, maka ia telah menebus dirinya kepada Allah SWT. Kemudian ada sebuah seruan dari sisi Allah SWT di langit dan bumi-Nya ; Ingatlah, sesungguhnya si fulan telah dibebaskan oleh Allah SWT dari api nereka, maka barangsiapa mempunyai tanggungan dosa kepadanya, maka menuntutlah kepada Allah ‘Azza wa Jalla. (Diriwayatkan oleh Al-Bazzar dari Anas bin malik, lihat Tuhfah Al-Murid ‘Ala Jauharah Al-Tauhid, hal. 140)
Sumber : Tahlil Dalam Perspektif Al-Qur’an dan As-Sunnah (Kajian Kitab Kuning), oleh : KH. Muhyiddin Abdusshomad. dan Dokumen Penting Tentang Masalah Agama Islam, oleh : KH. Manshur Shaleh.

Ada Apa Dengan Tahlil
Berkumpul dalam rangka berdo’a dan menghadiahkan pahala kepada orang yang meninggal dunia, biasa disebut dengan tahlil atau tahlilan. Walaupun sebenarnya arti tahlil itu adalah bacaan “laailaaha illallaah”, penyebutan istilah tersebut dalam sastra Arab disebut dengan istilah “menyebutkan sebagian, tapi yang dimaksud adalah seluruhnya”. Tahlil sendiri adalah sebagian dari beberapa macam dzikir yang dibaca pada acara tersebut.
Budaya tahlil sudah berlangsung lama dan tidak mustahil ia bersamaan dengan datangnya Islam ke negeri ini. Dan siapa saja yang mau menelusuri tahlil ini, insyaallah akan mendapatkan bahwa tahlil memiliki sandaran yang kokoh dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, serta pendapat-pendapat dari para ulama salaf yang shahih. Tidak satupun dari butir-butir dalam acara tahlil itu bertentangan dengan ajaran agama Islam.

Disamping itu terdapat banyak manfaat dari acara tahlil ini, antara lain :
  1. Sebagai ikhtiyar (usaha) bertaubat kepada Allah SWT untuk diri sendiri dan saudara yang meninggal dunia.
  2. Merekatkan tali persaudaraan antar sesama, baik yang masih hidup atau yang telah meninggal dunia, karena sejatinya ukhuwah Islamiyah itu tidak terputus karena kematian.
  3. Untuk mengingat bahwa akhir dari kehidupan dunia ini adalah kematian, yang setiap jiwa tidak akan terlewati.
  4. Ditengah hiruk-pikuknya dunia, manusia yang selalu bergelut dengan materi tentu memerlukan kesejukan rohani. Salah satu caranya ialah dengan dzikir (mengingat Allah SWT).
  5. Tahlil sebagai salah satu media yang efektif untuk dakwah Islamiyah.
  6. Sebagai manifestasi dari rasa cinta sekaligus penenang hati bagi keluarga almarhum yang sedang dirundung duka.
Tidak ada yang perlu dikhawatirkan akan manfaatnya tahlil bagi saudara kita yang telah meninggal, karena sandaran hukumnya jelas dan kuat, serta telah dibahas tuntas ratusan tahun yang lalu. Bahkan keterkaitannya dengan QS Al-Najm, 39 :

وَأَن لَّيْسَ لِلْإِنسَانِ إِلَّا مَا سَعَىٰ

“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh sesuatu selain apa yang telah diusahakannya”.
Diantara sekian banyak tafsir QS Al-Najm, 39 yang paling mudah dipahami, sekaligus dapat dijadikan landasan yang kuat untuk tidak mempertentangkan antara ayat dan hadis yang tegas menjelaskan bahwa  seseorang yang meninggal dunia dapat menerima manfaat dari amalan orang yang hidup, adalah tafsir dari Abi Al-Wafa’ Ibnu ‘Aqil Al-Baghdadi Al-Hanbali (431-513 H) sebagai berikut :
“Jawaban yang paling baik menurut saya, bahwa manusia dengan usahanya sendiri, dan juga karena pergaulannya yang baik dengan orang lain, ia akan memperoleh banyak teman, melahirkan keturunan, menikahi perempuan, berbuat baik, serta mencintai sesama. Maka semua temam-teman, keturunan dan keluarganya tentu akan menyayanginya kemudian menghadiahkan pahala ibadahnya (ketika telah meninggal dunia). Maka hal itu pada hakikatnya merupakan hasil usahanya sendiri” (Al-Ruh, 145)
Dr. Muhammad Bakar Ismail, seorang ahli fiqh kontemporer dari Mesir menjelaskan : “Menghadiahkan pahala kepada orang yang telah mati itu tidak bertentangan dengan ayat (39 Al-Najm) وَأَن لَّيْسَ لِلْإِنسَانِ إِلَّا مَا سَعَىٰ
Karena pada hakekatnya pahala yang dikirimkan kepada ahli kubur dimaksud merupakan bagian dari usahanya sendiri. Seandainya ia tidak berbuat baik ketika masih hidup, tentu tidak akan ada orang yang mengasihi dan menghadiahkan pahala untuknya. Karena itu sejatinya, apa yang dilakukan orang lain untuk orang yang telah meninggal dunia tersebut merupakan buah dari perbuatan baik yang dilakukan si mayit semasa hidupnya”. (Al-Fiqh Al-Wadlih, juz I, hal 449)
Wallahu a’lam
Sumber : Tahlil dalam Perspektif Al-Qur’an dan As-Sunnah (kajian kitab kuning). Oleh : KH. Muhyiddin Abdusshomad. 


 Copy Paste by http://masdodod.wordpress.com

1 komentar:

  1. Perkenalkan nama saya zull fikar. Dan saya ingin mengucapkan banyak terimah kasih kepada MBAH JONOSEUH atas bantuannya selama ini dan saya tidak menyanka kalau saya sudah bisa sukses dan ini semua berkat bantuan MBAH JONOSEUH,selama ini, saya yang dulunya bukan siapa-siapa bahkan saya juga selalu dihina orang2 dan alhamdulillah kini sekaran saya sudah punya usaha Restoran sendiri,itu semua atas bantuan beliau.Saya sangat berterimakasih banyak kepada MBAH JONOSEUH atas bantuan nomor togel dan dana ghaibnya, dan saya yang dulunya pakum karna masalah faktor ekonomi dan kini kami sekeluarga sudah sangat serba berkecukupan dan tidak pernah lagi hutang sana sini,,bagi anda yang punya masalah keuangan jadi jangan ragu-ragu untuk menghubungi MBAH JONOSEUH karna beliau akan membantu semua masalah anda dan baru kali ini juga saya mendaptkan para normal yang sangat hebat dan benar-benar terbukti nyata,ini bukan hanya sekedar cerita atau rekayasa tapi inilah kisah nyata yang benar-benar nyata dari saya dan bagi anda yg ingin seperti saya silahkan hubungi MBAH JONOSEU di 0823 4444 5588 dan ingat kesempatan tidak akan datang untuk yang ke 2 kalinya terimah kasih..

    BalasHapus